Senin, 12 Januari 2009

GENERASI MUDA DAN MASA DEPAN PERTANIAN INDONESIA


Di tengah-tengah banyaknya pekerjaan rumah di sektor pertanian muncul kekurangtertarikan tenaga kerja muda terhadap sektor ini. Itu ditandai dengan menurunnya minat lulusan siswa menengah atas memilih fakultas pertanian. Berdasarkan analisis hasil SNMPTN 2008, terjadi kekosongan kursi pada program studi di bidang pertanian hingga 50 persen dari daya tampung universitas negeri. Di universitas swasta, angka ini lebih dari 50 persen. Apakah ini bukan ancaman bagi masa depan sektor pertanian, bahkan bagi masa depan bangsa Indonesia?

Rendahnya animo calon mahasiswa untuk memilih jurusan/program studi pertanian disebabkan oleh banyak hal, baik yang berasal dari internal institusi maupun faktor eksternal. Beberapa hal tersebut antara lain, pertama kesan yang menunjukkan bahwa pertanian selalu berhubungan dengan rakyat kecil, petani tua yang tidak berdaya, bergelut dengan lumpur, panas, kotor, dengan penghasilan rendah dan tidak menjanjikan masa depan, tampaknya tidak mudah untuk dihilangkan. Padahal pada era teknologi seperti sekarang ini, pendidikan pertanian diarahkan menjadi untuk menghasilkan teknokrat bahkan enterpreneurship pertanian. Bidang pertanian tidak lagi sempit hanya bercocok tanam di sawah tetapi sudah sangat berkembang teknologinya seperti kultur jaringan, hidroponik, aeroponik, rekayasa genetika, teknologi publikasi pertanian dan sebagainya, yang jauh dari kesan kotor dan tak punya masa depan. Dengan demikian, ruang lingkup pekerjaan sarjana pertanian tidak hanya yang berhubungan dengan budidaya tanaman di lahan tetapi juga lembaga penelitian, lembaga penelitian, instansi pemerintah, perusahaan agrobisnis, sampai wirausaha mandiri.

Kedua, publikasi tentang pertanian di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik lebih banyak menampilkan berita tentang kegagalan pertanian seperti banjir, kekeringan, serangan hama, puso, dan sebagainya, sehingga secara tidak langsung menjadi black campaine bagi calon mahasiswa. Ketiga, adalah keberpihakan pemerintah terhadap pertanian yang masih kurang. Penurunan subsidi sarana produksi pertanian yang berimbas pada tingginya harga sarana produksi pertanian, kebijakan bebas bea fiskal bagi import hasil pertanian, kebijakan beras import, tidak adanya insentif bagi petani dan sebagainya adalah contoh kebijiakan pemerintah yang kurang berpihak pada petani yang pada akhirnya menyebabkan berbagai masalah tingkat kesejahteraan petani yang tidak beranjak naik.

Kondisi tersebut turut mempengaruhi generasi muda di desa yang beramai-ramai menjadi kaum urban, meninggalkan desa dan status petani. Anak-anak petani lebih memilih bekerja di kota yang menyebabkan kosongnya kantong-kantong pertanian potensial dan berkurangnya generasi muda potensial di pedesaan. Ini disebabkan masih membudayanya pandangan petani sebagai pekerjaan kelas dua, di samping masih sempitnya kesadaran dan pemahaman akan potensi pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa daya tarik sektor pertanian di Indonesia masih lemah, sehingga banyak lulusan sarjana pertanian yang kurang tertarik terjun ke bidang tersebut, padahal lahan yang tersedia cukup luas. Hal itu terjadi karena paradigma belum berubah, seolah-olah sarjana kerjanya di instansi pemerintah. Padahal, lahan pertanian harus menjadi lokomotif ekonomi yang dapat menghela aneka keahlian lainnya, sehingga merenda pendekatan pembangunan yang sistematik.

Seperti kita ketahui Indonesia memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian ditinjau dari ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, tenaga kerja (melimpah), komoditas beragam, dan kekayaan hayati. Indonesia memiliki lahan luas, yang dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian berkelanjutan. Hal tesebut didukung pula dengan iklim tropis serta banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan di Indonesia. Ditambah lagi dengan daerah bergunung yang cocok untuk tanaman subtropis. Komoditas pertanian menjadi beragam, seperti perkebunan, pangan, rempah dan obat, energi nabati, hortikultura (sayur, buah, flora), serta serat alam. Indonesia menjadi salah satu pemasok utama dunia, antara lain, komoditas kelapa sawit, kakao, teh, kopi, karet alam, dan rempah.

Indonesia adalah salah satu negara pusat megabiodivesitas. Kekayaan hayati merupakan potensi yang dapat digali, dikembangkan, dan diberi nilai ekonomi, untuk mencapai ketahanan pangan, seperti spesies/varietas berproduksi tinggi dan tahan terhadap kondisi lingkungan merugikan, serta berbagai jenis tanaman untuk diversifikasi pangan, pupuk hayati, dan pestisida biologi. Juga menjadi potensi seiring dengan kecenderungan global kembali ke alam, di mana produk-produk tumbuhan (herbal) semakin populer dan memasuki gaya hidup mo-dern (sebagai obat, suplemen, kosmetik dan produk perawatan kecantikan, terapi aroma, relaksasi, serta spa).

Bagi kelangsungan hidup secara berkelanjutan, manusia memilih hasil tumbuhan dalam memenuhi berbagai kebutuhan. Kebutuhan berubah dari waktu ke waktu akibat bertambahnya jumlah permintaan, perubahan keadaan, perubahan selera, dan pasar. Saat ini secara global dunia dihadapkan pada permasalahan krisis pangan dan energi. Jadi, sektor pertanian berpeluang untuk terus berkarya. Yang berarti sektor pertanian layak dikembangkan demi masa depan bangsa.

Berdasarkan potensinya, kekuatan yang menjadi pilar pembangunan Indonesia adalah sektor pertanian ditopang oleh riset, pengembangan, penerapan bioteknologi, serta memperluas dan memperkuat industri berbasis pertanian. Untuk ini, dibutuhkan generasi muda sebagai petani tangguh atau sarjana pertanian yang ulet dan terampil. Generasi muda dipersiapkan untuk menjadi pelaku wirausaha di berbagai bidang seperti produksi, penyedia sarana produksi, pemasaran hasil, agroindustri, seperti penanganan industri hulu hingga hilir, eksportir, konsultan pertanian, dan konsultan pangan.

Juga untuk menjadi pelaku dan penentu kebijakan di berbagai instansi terkait, seperti departemen, industri makanan dan minuman, perkebunan besar negara dan swasta, serta lembaga pendidikan. Kelompok penyuluh profesional diperlukan untuk mendampingi petani. Petani perlu dibina secara simultan dan profesional untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan manajerial, mendorong petani lebih profesional dan berorientasi pasar, meningkatkan kesadaran dan wawasan petani tentang agrobisnis dan agroindustri.

Pemerintah sebenarnya menyadari sektor pertanian adalah keunggulan kita. Pada tahun 2006, pemerintah memprioritaskan 10 komoditas untuk dikembangkan secara menyeluruh, lima di antaranya komoditas pertanian, yakni kakao, karet, kopi, udang, dan kelapa sawit. Tak kurang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu di awal masa kerjanya, 2004, mengumumkan prioritas pembangunan, dengan urutan pertama sektor pertanian. Namun, banyak permasalahan kita tidak terlepas dari banyaknya kebijakan yang tidak berpihak pada petani dan sektor pertanian, seperti, harga jual dan pasar, ketersediaan dan harga saprotan (seperti pupuk), impor komoditas strategis, pajak ekspor progresif, infrastruktur, dan lain-lain. Apakah ini cukup signifikan berpengaruh terhadap penurunan minat generasi muda terhadap bidang pertanian?

Masa depan bangsa Indonesia ditentukan masa depan pertaniannya. Perlu kita ingat usaha-usaha di sektor ini sudah teruji pada masa krisis pada tahun 1997/1998. Dan sudah sejak dulu Indonesia merupakan negara agraris. Bukankah pada zaman penjajahan para saudagar dari daratan Eropa dan Asia datang ke Indonesia karena hasil bumi kita? Jangan sampai potensi sektor pertanian kita hanya dimanfaatkan dan dinikmati negara lain pada era globalisasi ini. Jangan sampai kita bukan hanya mengimpor produk pertanian, melainkan juga meng- impor ahli (sarjana) pertanian. Sarjana pertanian harus lebih banyak melakukan inovasi dan transformasi dalam bidangnya. Pendekatan konvensional yang selama ini terbukti kurang mampu menjaga ketersediaan pangan, sudah saatnya ditransformasikan ke pendekatan yang lebih modern.

Oleh karena itu, sudah selayaknya segenap komponen untuk saling berpartisipasi mengangkat kembali (revitalisasi) pertanian dan pendidikan pertanian di perguruan tinggi menjadi sebuah prioritas. Akan menjadi sangat ironis, jika sebuah negara agraris yang kaya dengan sumber daya alam, lahan, plasma nutfah dan sumber daya manusia, menjadi negara pengimport bahan pangan, menjadi pasar hasil pertanian negara lain, “dijajah negara lain“ dan menunggu belas kasihan negara lain.

Para pakar pertanian juga harus mampu memposisikan petani sebagai salah satu pelaku pasar yang memiliki nilai tinggi, tidak hanya sebatas sebagai produsen saja. Sepertinya tantangan yang dihadapi semakin berat karena generasi muda kurang berminat dengan bidang ini. Sekali lagi, masa depan sektor pertanian menantikan peran generasi muda sebagai petani tangguh atau sarjana pertanian yang ulet dan terampil, serta komitmen pemerintah sehingga kelak akan lahir kembali kejayaan pertanian di negeri agraris tercinta ini, insya Allah .........

MERAUP UNTUNG DI LAHAN SEMPIT


Lahan hijau di perkotaan semakin sempit. Sebagian besar beralih fungsi untuk kawasan pemukiman, pabrik, bahkan vila-vila mewah. Akibatnya, semakin sempit pula lahan-lahan bagi orang kota untuk menyalurkan hobinya bercocok tanam. Keluhan seperti itu, muncul di mana-mana, terutama bagi warga kota yang tinggal di perumahan-perumahan. Sempitnya bangunan membuat mereka menghabiskan lahan-lahan sisa untuk memeperluas rumah. Nyaris tidak ada sisa untuk ruang hijau yang dapat menyejukkan mata. Nah, lalu bagaimana solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut? Sebenarnya kondisi yang tercipta lantaran keterpaksaan tersebut dapat diatasi dengan mengembangkan sistem vertikultur. Bagi pemerhati pertanian, mungkin istilah ini sudah tidak asing lagi. Tetapi bagi orang awam, mereka pasti akan bertanya-tanya, seperti apakah sistem bercocok tanam yang katanya dapat menyiasati lahan sempit itu?

Istilah vertikultur berasal dari bahasa Inggris verticulture, yang merupakan penggabungan dari kata vertical dan culture. Artinya, budidaya tanaman yang dilakukan dengan cara bertingkat atau bersusun. Ya, sistem ini memang menggunakan rak bertingkat. Rak inilah yang akan menampung pot-pot atau media tanm lainnya. Secara prinsip sistem ini tidak berbeda dari cara bercocok tanam di kebun atau sawah. Perbedaannya hanya terletak pada lahan yang digunakan, dimana sistem vertikultur lebih efisien.

Untuk pemilihan bahan tanaman, sebaiknya pilihlah tanaman semusim, misalnya sayuran. Dapat juga tanaman obat yang berguna bagi kesehatan atau tanaman hias sebagai penghias ruang bahkan dapat dijadikan usaha sampingan. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya atau bahkan Surakarta terutama di perumahan-perumahan, dimana luas lahan semakin sempit sangatlah butuh untuk diterapkan sistem seperti ini. Sebab sistem inilah yang dianggap mampu mengobati kerinduan utnuk “kembali ke alam” sekaligus dapat menyalurkan hobi, bahkan menambah pendapatan keluarga.

Suasana rumah pun menjadi asri, Bukan hanya itu, sistem ini juga cocok untuk dikembangkan di kawasan rawan banjir. Sebab tanaman yang diletakkan di posisi paling bawah pun biasanya berjarak sekitar 50 cm dari tanah. Jika genanngan air kurang dari 50 cm, maka selamtlah semua tanaman. Kalau genangan melebihi 50 cm, pemilik yang sudah biasa membaca “kebiasaan banjir” di rumahnya dapat segera bersiaga. Misalnya, memindahkannya ke tempat yang lebih tinggi atau yang lebih aman. Kalau rumahnya bertingkat maka dapat dipindahkan ke lantai atas.

Murah dan Mudah

Sebenarnya tidak sulit membuat vertikultur di rumah masing-masing. Biaya pembuatannya juga relatif terjangkau. Bahan baku untuk membuat raknya dalah kayu, bambu atau papan. Modelnya disesuaikan dengan selera masing-masing. Kita dapat memilih model persegi panjang, segitiga berjenjang atau model anak tangga. Yang terpenting, kerangka ini dapat menopang beban beberapa jenis tanaman, termasuk pot-potnya. Sedangkan panjang dan lebar rak tergantung luas tanah yang dimiliki. Bahkan kalau sudah tidak ada lahan lahan kosong, rak bertingkat juga dapat ditempatkan di bagian teras depan/belakang/samping atau malah di lantai atas rumah, jadi sangat fleksibel.

Rak terbawah diusahakan berjarak minimal 30 cm dari lantai/tanah. Ini untuk menghindari serangan hama pengganngu. Tetapi kalau tempat tinggal termasuk daerah langganan banjir, sebaiknya rak terbawah berjarak 50 cm dari permukaan tanah/lantai. Di atas rak-rak inilah kita dapat meletakkan media tanam. Wujudnya tidak harus pot, dapat berupa bekas kaleng cat, ember bekas, potongan botol plastik berdiameter agak besar. Kalau mau lebih rapi tapi murah dapat menggunakan polibag.

Kita dapat memilih jenis tanaman sesuai dengan tujuan pemeliharaan. Jika ingin menghemat pengeluaran belanja sayuran maka sebaiknya ditanamaneka jenis sayuran. Mulai dari tomat, cabai, terung, bayam, kangkung, dan lain-lain. Jika ingin menikmati buah hasil budi daya sendiri, pilihlah tanaman buah yang sudah akrab dalam model tabulampot (tanaman buah dalam pot), seperti jeruk, strawberry, mangga, jambu, dan lain-lain. Namun, jenis tanaman apapun yang dipilih, tentu harus disesuiakan dengan keadaan topografi di daerah masing-masing. Tak mungkin di daerah Semarang menanam strawberry, karena tanaman ini hanya tumbuh baik di daerah berhawa sejuk. Kita juga dapat menanam berbagai macam tanaman obat seperti temulawak, jahe, kapulaga, brotowali, kencur, mahkota dewa, dan lain-lain.

Tidak sedikit pula hobiis yang mengkombinasikan aneka tanaman, mulai dari sayuran, tanaman obat, dan tanaman hias. Jika itu menjadi pilihan maka tanaman sayuran sperti cabai, selada atau sawi harus diletakkan di rak paling atas sebab tanaman-tanaman tersebut membutuhkan sinar matahari yang cukup. Sedangkan tanaman obat ditempatkan di rak bagian tengah dan tanaman sayuran lainnya seperti seledri, kangkung dan bayam diletakkan di rak bawah. Untuk mengtahui karakteristik tanaman sayuran, tanaman obatjuga tanaman hias, maka sebaiknya kita mesti banyak mempelajarinya melalui internet, buku-buku literatur atau baertanya kepada ahlinya.

Penanaman dan Pemeliharaan

Penanaman bibit tanaman untuk sistem vertikultur ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan cara konvensional. Sebelum menanam, kita harus mengetahui karakteristik tanaman yang akan ditanam. Apakah bibit tanaman itu mesti disemai dulu atau langsung ditanam. Tujuan penyemaian ini diharapkan agar bibit tanaman seragam dalam hal bentuk maupun umur dapat seragam satu sama lain.

Benih yang perlu disemai antara lain selada, cabai, dan tomat. Sedangkan bibit yang dapat langsung ditanam misalnya kangkung dan bayam. Untuk proses persemaian ini tidak berbeda dengan cara konvensional. Kita dapat menyiapkan wadah, misalnya nampan plastik/kotak kayu. Campurkan kompos dan arang sekam dengan perbandingan 1:1, aduk hingga rata kemudian masukkan dalam wadah yang telah disiapkan. Taburkan benih secara merata, kemudian timbun dengan pasir halus. Penyiraman dilakukan secara rutin, sekali setiap hari. Gunakan semprotan/hand sprayer yang berlubang kecil agar air siraman yang keluar tidak terlalu deras.

Untuk mengelola bibit yang langsung ditanam serta bibit hasil persemaian yang telah siap tanam, siapkan dahulu media tanam yang terdiri dari tanah, pasir halus dan kompos dengan perbandingan 2:1:1. Media tanam kemudian dimasukkan ke dalam pot atau wadah lain yang telah disiapkan. Tebarkan 3-5 benih yang langsung ditanam ke dalam pot/wadah. Untuk bibit hasil persemaian, pemindahan ke rak baru dilakukan jika telah tumbuh 3-4 helai daun.

Pemeliharan tanaman pada sistem vertikultur tidak berbeda jauh dengan cara konvensional. Penyiraman dilakukan secara teratur, minimal sehari sekali untuk menjaga tanaman tetap segar. Penyiangan dilakukan secara rutin, terutama dengan mencabuti tanaman pengganggu yang tumbuh di sekitar tanaman. Pemupukan juga perlu dilakukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman. Pada umur 7 hari setelah tanam, berikan atu sendok makan urea (sekitar 10 gram) yang dilarutkan dalam 10 liter air. Minggu kedua, berikan pupuk yang sama ditambah dengan pupuk daun atau pupuk mikro sesuai kebutuhan. Pada minggu berikutnya, berikan tiga sendok makan urea, dua sendok makan TSP dan dua sendok makan KCL. Pada minggu keempat dan seterusnya berikanlah setengah sendok makan pupuk urea, tiga sendok TSP dan tiga sendok KCL.

Pertanian Masa Depan

Tidak berlebihan jika sejumlah pengamat pertanian menganggap vertikultur sebagai solusi pertanian masa depan, yang hemat lahan, aman bagi lingkungan, dan dapat dijadikan usaha sampingan. Sebab hampir semua jenis tanaman semusim, yang pertumbuhannya tidak terlalu tinggi, dapat ditanam melalui sistem vertikultur. Jenis syuran yang cocok antara lain sawi, selada, tomat, cabai, terong, kailan, seledri, bayam dan kangkung.

Hasil panen tanaman yang dikembangkan secara vertikultur ternyata tidak jauh berbeda dari penanaman secara konvensional (menanam di tanah). Tanaman bayam dapat mulai dipetik pada hari ke-28, cabai umur tiga bulan, sawi dan selada sekitar umur 40 hari, serta terong dan pare mulai berbuah pada umur tiga bulan.

Menyantap sayuran hasil budi daya sendiri tentu jauh lebih lebih nikmat daripada membeli di pasar tradisional maupun supermarket. Selain menghemat uang belanja, ada kepusan batin yang tidak dapat diceritakan. Jika kita mau tekun dan mau bekerja keras dalam mengembangkan vertikultur ini, Insya Allah bukan tidak mungkin usaha ini menjadi lahan bisnis yang dapat menghasilkan rupiah yang bernilai tinggi.

Sabtu, 10 Januari 2009

dari kami....buat Palestina...

Palestina....negeri...kota suci....
Kau biarkan negeri itu terkoyak...semakin sakit...
Tercabik jilat api dusta dan emosi dunia...
Geram dalam dada hanya mampu menatap...
Puing hancur dalam sesak nafas jiwa
Lebur dalam kepedihan kekuasaan tanpa arah


Oh...Palestina...apa yang terjadi????
Bisakah kita masih bisa berdamai dalam dekapan cinta
Dalam indahnya perbedaan tanpa derup kencang pertempuran
....dan dunia pun kembali tertawa....bersama...dengan cinta di dada...

PISS buat Palestina!!!!!....we love you all...